“Prit
Prit prit” begitu hampir ku dengar tiap pagi ketika aku mau berangkat ke
kampus. Dan setelah itu sebuah katu melintang di jalan bertanda kereta mau
lewat. Aku sama seperti yang lain berhenti demi keselamatanku, buatku buat apa
buru-buru toh aku selalu berangkat pagi dan aku tak pernah ketinggalan kuliah
hanya menunggu kereta lewat. Lagian bagaimana cerita jika aku melanggar dan
tiba-tiba kereta lewat, wah bisa-bisa namaku tercatat dalam daftar kecelakaaan
di pintu rel ini gak lucukan. Lagi pula aku inikan mahasiswa malu dilihat orang
dan dikatai “mahasiswa yang tidak tahu peraturan” dan juga mempermalukan nama
kampus saja oleh tahu dari jaket yang sering ku pakai.
Tapi
di temapat ini aku rasa adalah tempat yang paling tertip diantara pintu-pintu
yang lain. Ya walaupun adasih satu atau dua orang yang nyelonong lewat tanpa
mempedulikan keselamatan mereka, kalau akusih ogah banget yang seperti itu.
Pikiriku dalam hat “ Hari gini gak tertip lalau lintas! Apa kata dunia?” hehe
mirip iklan di TV aja. Dan di tempat ini pula merukan tempat yang paling aktif
penjaganya. Karena ku dengar dari teman-teman kuliah yang kebetulan juga
melewati pintu rel kereta, jika pagi gini penjaganya kadang ada kadang belum
datang dan mereka pun harus ekstra hati-hati demi keselamatan mereka.
Hari
berikutnya seperti biasa aku berangkat pagi, dan entah kenapa aku merasa
kepingin sekali melihat siapa sih orangnya yang menjaga pintu ini. Karena selam
satu tahun aku mondar mandir di sini belum penah tahu siapa yang menjaga pintu
ini. Pagi itu aku sangat antusias sekali untuk tahu kaya apasih orangnya. Namun
usahaku pagi ini sia-sia karena ketika aku lewat tidak ada kereta yang lewat
entah apa mengalami keterlambatan atau malah sudah lewat yang ketinggalan. Tapi
aku berusaha menoleh ke pos penjagaan namun sia-sia juga tidak ku dapati
seorangpu disana, dalam fikirku mungkin ada di sebrang sana karena disini
posnya ada dua yang letaknya saling berseberang. Namun ditempat itu juga tidak
ada.
Aku
sempat berfikir apa disini ada mesin otomatisnya untuk membuka dan menutup
pintu ini. Anggapanku itu juga kuperkuat dengan pendapatku sendiri, soalnya
tempat ini tidak pernah terjadi keterlambatan penutupan ataupun membukanya.
Setelah itu aku langsung saja melajukan motorku ke kampus dengan setumpuk
pertanyaan dan selalu ku jawab sendiri untuk membantahnya. Karena di motor
hanya aku sendiri yang ada, karena teman yang dekat dan satu kampus dengan aku
semua memakai motor sendiri bahkan ada yang mengendarai mobil.
Sesampai
di kampus aku masih belum melepaskan fikiranku untuk penjaga pintu rel itu. Dan
ketika sampai di perpustakaan aku berfikir lagi, “ Sepertinya tidak mungkin
kalau itu otomatis sebab nyata yang ku dengar hapir setiap hari itu adalah suara peluit bukan suara mesin.” Pagi ini aku sungguh tidak konsentrasi pada
buku yang sedang ku buka dan hendak ingin kulumat habis isinya hanya karena
rasa penasaran terhadap penjaga pintu itu.
“Mas
melamun saja, sampai aku datangpun aku dicuekin” suara itu sangat mengagetkan
dan membuyarkan semuanya tentang penjaga itu selama beberapa saat.
“Mas,
mikir apa sih jangan mikir cewek lain ya?” mendengar itu aku hanya senyum saja,
dan akupun baru nyadar bahwa teman cewek aku datang dengan raut wajah yang
tidak menentu karena tidak biasanya aku seperti ini. Memang sih dengan sesrius
apapun dengan buku yang ku baca kalau dia datang di samping aku selalu menyapa
“ Ee nonaku sudah datang”. Tapi dengan keseriusanku memikirkan siapa penjaga
itu sungguh melebihi keseriusanku terhadap buku.
“E
masih diam, senyum-senyum lagi.” Dengan nada sangat kesat terhadapku dan diapun
langsung saja mau beranjak pergi dari sampingku. Dan untung saja sih aku sigap
langsung menggapai tangannya dan menariknya duduk kembali di samping aku.
“Nona
mas yang manis jangan ngambek dong!”
Aku
langsung memceritakan apa yang sedang kualami dan apa yang sedang ku fikirkan.
Dan siapa tahu juga dia bisa membantu memecahkan masalahku. Karena dia seorang
cewek yang selalu membantu memecahkan sedikitnya banyaknya masalah yang sulit
untuk aku pecahkan.
Setelah
aku menceritakan semua yang tengah terjadi, kini dia sebaliknya yang tertawa.
Belum habis aku memikirkan penjaga itu kini ada lagi satu pertanya dalam
benakku. Sejenak aku melupakan penjaga itu dan beralih seorang cewek di
sebelahku “Ah biar saja, malu mungkin dia dengan sikapnya tadi?” itu yang aku
fikirkan terhadap cewek ini. Setelah kami ngobrol diapun juga turut berpendapat
mungkin orang itu belum datang atau lagi sarapan di warung atau lagi kekamar
kecil, atau bisa juga sedang memperbaiki alat-atat apa sajalah yang tak mungkin
aku melihatnya.
Hari
selanjutnya aku masih berniat ingin tahu siapa sebenarnya penjaga pintu ini.
Dan pagi ini aku rasa aku tidak sia-sia dari kejauhan aku mendengar bunyi
peluit itu, senang dan campur penasaran tentang penjaga itu. Aku mengambil
jalur kanan untuk memastan aku jelas melihat jelas wajah orang tersebut. Dan
lagi-laki kali ini aku tidak sia-sia aku berhenti paling depan bertepatann
didepan penjaga itu. Kaget dan rasa tidak percaya dengan apa yang sedang aku
lihat, ternyata yang menjaga pintu adalah seorang lelaki yang sudah sangat tua
dan ku rasa umur bapak itu tidak luput tujuh puluh tahun. Aku tak berhenti
memandangi wajah itu sungguh aku sagat terharu dengan bapak tua penjaga pintu
itu. Aku mersakan rasa keiklasan dia dalam bekerja, nyata aku melihatnya dari
raut wajah dan senyum dia saat menjalankan tugas yang dia emban. Dan aku sangat
beruntung karena bapak itu menoleh kearahku dan memberikan senyuman yang sangat
manis terhadapku, dengan perasaan sangat senang sekali aku membalas senyuman
itu. Namun suasana itu tak berlangsung lama karena aku harus segera jalan, dan
juga bapak itu akan bekerja untuk membuka kembali pintu itu.
Aku
senang sekali,dan aku segera melaju ke kampus. Terjawab sudah segala
pertanyaanku dan akupun ingin segera mencerikatan kepada Indra teman cewekku
yang sempat mau marah hanya gara-gara masalah ini. Dikampus aku terpikiran lagi
kenapa bapak setua itu masih tetap terus bekerja seperti ini. Kenapa tidak di
ganti dengan yang lebih muda dan seharusnya bapak itu sudah pension dan tiggal
anak mereka yang ganti merawat mereka.
Dengan
pemikiran itulah aku berinisiatif memberikan sesuatu sebagai tanda terima kasih
atas jasa-jasa beliau terhadap aku dan semua orang yang melintasi pintu
tersebut. Karena hari ini hari sabtu aku pulang agak awal dari biasanya, dan
aku biasanya kalau tidak ada kegiatan dikampus aku langsung pulan atau tidak
menjelajahi isi perpustakaan dari pada keluyuran menghabiskan uang orang tua
saja. Karena kulihat tak banyak dari mereka yang sambil berkerja, dalam artian
mereka masih menadahkan tangan minta uang pada orang tua. Sebelum pulang aku
menyempat diri untuk mampir dulu kesebuah toko untuk membelikan sebuah
bingkisan terhadap bapak penjaga itu.
Setelah
dapat apa yang aku inginkan sebagai oleh-oleh aku segera meluncur pulang dan
sesamapinya disana aku tidak mendapati bapak itu, yang aku dapati seorang
lelaki paruh baya. Yang nyata aku tebak bukan bapak yang yang tadi pagi. Aku
berhenti di sana dan menghampiri bapak yang sedang berada di pos dengan duduk
dan sepertinya pun melamun. Setelah aku ucapkan salam aku langsung saja
menanyakan kemana bapak yang bertugas pagi tadi. Aku sangat kaget mendengar
keterangan dari bapak yang berjaga.
Katanya beliau adalah tetangga dari bapak Ibrahim yang ku tebak adalah nama
bapak yang menjaga pintu ini. Dari keterang beliau pak Ibrahim tapi pagi
sekitar pukuldelapan mendadak sakit dan sekarang lagi dirumah sakit. Dari bapak
ini pula semua pertanyaanku yang kurasa tak mungkin terjawab semua terjawab
sudah. Beliau mempunyai satu orang anak tapi sudah meninggal dan dia hanya
tinngal bersama cucunya yang sekarang
hamper lulus SMA. Kata beliau juga cucunya harus rajin sekolah agar menjadi
orang yang berhasil dan tidak diperkenankan untuk bekerja. Namun cucunya tanpa
sepengetahuan pak Ibrahin selalu bekerja untuk membantu beliau.
Setelah
kurasa keterangan sudah semua kudapatkan aku bergegas pulang dan menitipkan
bingkisan ini kepada pak Ibrahim. Aku langsung pulang dan dalam perjalanan aku
selalu mendoakan agar pak Ibrahim segera lekas sembuh. Dan samai sekarang
sampai sekitar setahu lamanya aku tak pernah mendapati pak Ibrahim lagi di pos
penjagaan. Sekitar setengah tahu yang lalu aku melihat ada seorang pemuda yang
berjaga dan akupun mengira bahwa dia adalam cucu dari pak Ibrahim.
Kurasa
aku belum mau menguat siapa siapa pemuda itu biarlah itu dugaanku saat ini
dulu. Ya bekerjalah terus dengan semangat kepada pemuda penjaga pintu rel
kereta itu.
0 comments :
Post a Comment