Di pagi ini aku begitu kaget
dengan datangnya sebuah sms dari sebrang lautan sana. Betapa tidak aku hari ini
harus sampai di kantor pusat di Jakarta. Padahal masih ada lagi satu agenda
yang masih belum terealisasi. Dan agenda inilah kunci pokok kunjungan kerja aku
ke pulau Borneo ini.
Aku disini sudah dari kemarin pagi,
ikut pesawat terakhir tujuan bandara Syamsudin Noor Banjarmasin dari Jakarta,
dengan setumpuk tugas dari sebuah perusahaan perkebunan ternama di Indonesia.
Sesampai di Banjarmasin aku langsung melaju kekota dengan julukan kota Seribu
Riam. Capek memang, tapi ini kurasakan sudah terbiasa. Ya memang ini adalah
resiko perkerjaan. Kerjaan dicari bukan kerjaan yang mencari. Jadi buat apa aku
mengeluh kalau memag ini yang kucari, sebuah kesibukan. Aku sering juga mendengar
dari sekian banyak orang “Ah santai ajalah gajiku kecil” atau “Kenapa aku
ditempatkan di pedalaman seperti ini, sungguh tak adil, ah terserah aja yang
penting aku di gaji, so masa bodoh kerjaan”.
Kalau semua seperti ini, mau
seperti apa masa depan Negara tercinta kita ini. Yang jelas tindak KKN tidak
akan hilang malah akan semakin melanglang buana, hahaha apa itu melanglang
buana sok puitis padahal cuma bisa buat lotis dimakan habis, trus duit habis ya
jadinya tinggal meringis.
Di dalam sebuah bus yang
membawaku meluncur bagi terpedo kekota itu begitu tenang karena hari sudah
malam dan mereka tertidur, yang paling jelas Cuma suara mesin mobil yang kurasa
sudah cukup umur untuk pensiun. Jika saja manusia berkerja seperti halnya mobil
yang kutumpangi ini, dia berkerja juga tepat waktu dan istirahat tepat waktu.
Tua muda semua semangat. Tapi kita
memang bukan mesin, kita manusia yang bisa berfikir harusnya ya tau sendiri.
Teringat juga waktu aku sekolah
dulu kulihat seorang guru yang sudah tua, tapi mempunyai dedikasi yang sangat
tinggi. Beliau bapak Umar, begitulah kami memanggil beliau. Dia sederhana dan
tidak mau meninggikan diri, bayangkan saja beliau memiliki beberapa gelar
kesarjanaan, tapi kadang beliu dalam menuliskan identitas tak penah terlihat
gelas kesarjanaan atau gelar megisternya. Jika kami bertanya, jawabanya diawali
dengan senyum dan berkata “Nanti kamu juga akan mengetahuinya kelak!”
Jawaban itu sempat menjadi bahan
perdebatanku dengan sahabat sekelasku dan sekamar dalam kosan ku. Kami bersi
kukuh dalam argumen kami masing-masing hingga sampai-sampai ibu kos medatangi
kami karena menurutnya sudah terlalu ribut dan haripun juga sudah larut.
“Pak Ferry!”
Sapa seorang karyawan ku tahu
bernama Defa, yang membuyarkan lamunanku.
“Ya !” dengan nama sedikit kaget
“Apakah acara bias dilanjutkan
kembali?”
“Oo, oke semuanya sudah siap?” jawabku sambil kembali bertanya.
“Sudah pak” jawabnya singkat,
setahuku dia memang banyak bicara, tapi ditanya masalah kerjaan. Dia merupakan
pegawai yang paling berdedikasi.
“Oke kita lanjutkan, semoga
selesai sebelum jam dua siang, karena aku harus sampai di Jakarta paling lambat
malam ini.” Jawabku sambil beranjak menuju tempat pertemuan.
“ Oya tolong pesankan tiket untuk
keberangkatan ku nanti!” lanjutku.
“Baik pak tapi bapak harus lewat
palangka kalau hari ini harus sampai Jakarta.” Jelasnya.
“Urus saja yang penting aku harus
sampai di Jakarta hari ini, terus jangan lupa juga oleh-oleh buat anakku yang
kemarin kamu bilang itu!”
“Baik pak biar karyawan kami yang mengurus.”
Semangatku terus terpompa
mendengar pekerjaan lain telah menanti aku di Jakarta. Aku harus berhasil dalam
tugas ini, karena percuma aku datang jauh-jauh tapi tidak membuahkan hasil.
Percuma aku mendapatkan kepercayaan tapi aku sia-siakan. Dan aku berdo’a semoga
pertemuan ini sangat berguna bagi kawan-kawan karyawan yang berada disini.
“Selamat berjuang kawan, demi
negri kita tercinta ini.”
Demikian ucapan perpisahanku
dengan mereka, dan aku pun langsung berangkat ke Jakarta melewati Palangkaraya.
Dan akupun sampai di Jakarta jam delapan malam dan lansung disuguhi dengan
pekerjaan yang lain dan aku harus berangkat ke Surabaya esoknya selama sehari.
0 comments :
Post a Comment