Thursday 17 April 2014



“Prit Prit prit” begitu hampir ku dengar tiap pagi ketika aku mau berangkat ke kampus. Dan setelah itu sebuah katu melintang di jalan bertanda kereta mau lewat. Aku sama seperti yang lain berhenti demi keselamatanku, buatku buat apa buru-buru toh aku selalu berangkat pagi dan aku tak pernah ketinggalan kuliah hanya menunggu kereta lewat. Lagian bagaimana cerita jika aku melanggar dan tiba-tiba kereta lewat, wah bisa-bisa namaku tercatat dalam daftar kecelakaaan di pintu rel ini gak lucukan. Lagi pula aku inikan mahasiswa malu dilihat orang dan dikatai “mahasiswa yang tidak tahu peraturan” dan juga mempermalukan nama kampus saja oleh tahu dari jaket yang sering ku pakai.
Tapi di temapat ini aku rasa adalah tempat yang paling tertip diantara pintu-pintu yang lain. Ya walaupun adasih satu atau dua orang yang nyelonong lewat tanpa mempedulikan keselamatan mereka, kalau akusih ogah banget yang seperti itu. Pikiriku dalam hat “ Hari gini gak tertip lalau lintas! Apa kata dunia?” hehe mirip iklan di TV aja. Dan di tempat ini pula merukan tempat yang paling aktif penjaganya. Karena ku dengar dari teman-teman kuliah yang kebetulan juga melewati pintu rel kereta, jika pagi gini penjaganya kadang ada kadang belum datang dan mereka pun harus ekstra hati-hati demi keselamatan mereka.
Hari berikutnya seperti biasa aku berangkat pagi, dan entah kenapa aku merasa kepingin sekali melihat siapa sih orangnya yang menjaga pintu ini. Karena selam satu tahun aku mondar mandir di sini belum penah tahu siapa yang menjaga pintu ini. Pagi itu aku sangat antusias sekali untuk tahu kaya apasih orangnya. Namun usahaku pagi ini sia-sia karena ketika aku lewat tidak ada kereta yang lewat entah apa mengalami keterlambatan atau malah sudah lewat yang ketinggalan. Tapi aku berusaha menoleh ke pos penjagaan namun sia-sia juga tidak ku dapati seorangpu disana, dalam fikirku mungkin ada di sebrang sana karena disini posnya ada dua yang letaknya saling berseberang. Namun ditempat itu juga tidak ada.
Aku sempat berfikir apa disini ada mesin otomatisnya untuk membuka dan menutup pintu ini. Anggapanku itu juga kuperkuat dengan pendapatku sendiri, soalnya tempat ini tidak pernah terjadi keterlambatan penutupan ataupun membukanya. Setelah itu aku langsung saja melajukan motorku ke kampus dengan setumpuk pertanyaan dan selalu ku jawab sendiri untuk membantahnya. Karena di motor hanya aku sendiri yang ada, karena teman yang dekat dan satu kampus dengan aku semua memakai motor sendiri bahkan ada yang mengendarai mobil.
Sesampai di kampus aku masih belum melepaskan fikiranku untuk penjaga pintu rel itu. Dan ketika sampai di perpustakaan aku berfikir lagi, “ Sepertinya tidak mungkin kalau itu otomatis sebab nyata yang ku dengar hapir setiap hari itu adalah  suara peluit bukan suara mesin.”  Pagi ini aku sungguh tidak konsentrasi pada buku yang sedang ku buka dan hendak ingin kulumat habis isinya hanya karena rasa penasaran terhadap penjaga pintu itu.
“Mas melamun saja, sampai aku datangpun aku dicuekin” suara itu sangat mengagetkan dan membuyarkan semuanya tentang penjaga itu selama beberapa saat.
“Mas, mikir apa sih jangan mikir cewek lain ya?” mendengar itu aku hanya senyum saja, dan akupun baru nyadar bahwa teman cewek aku datang dengan raut wajah yang tidak menentu karena tidak biasanya aku seperti ini. Memang sih dengan sesrius apapun dengan buku yang ku baca kalau dia datang di samping aku selalu menyapa “ Ee nonaku sudah datang”. Tapi dengan keseriusanku memikirkan siapa penjaga itu sungguh melebihi keseriusanku terhadap buku.
“E masih diam, senyum-senyum lagi.” Dengan nada sangat kesat terhadapku dan diapun langsung saja mau beranjak pergi dari sampingku. Dan untung saja sih aku sigap langsung menggapai tangannya dan menariknya duduk kembali di samping aku.
“Nona mas yang manis jangan ngambek dong!”
Aku langsung memceritakan apa yang sedang kualami dan apa yang sedang ku fikirkan. Dan siapa tahu juga dia bisa membantu memecahkan masalahku. Karena dia seorang cewek yang selalu membantu memecahkan sedikitnya banyaknya masalah yang sulit untuk aku pecahkan.
Setelah aku menceritakan semua yang tengah terjadi, kini dia sebaliknya yang tertawa. Belum habis aku memikirkan penjaga itu kini ada lagi satu pertanya dalam benakku. Sejenak aku melupakan penjaga itu dan beralih seorang cewek di sebelahku “Ah biar saja, malu mungkin dia dengan sikapnya tadi?” itu yang aku fikirkan terhadap cewek ini. Setelah kami ngobrol diapun juga turut berpendapat mungkin orang itu belum datang atau lagi sarapan di warung atau lagi kekamar kecil, atau bisa juga sedang memperbaiki alat-atat apa sajalah yang tak mungkin aku melihatnya.
Hari selanjutnya aku masih berniat ingin tahu siapa sebenarnya penjaga pintu ini. Dan pagi ini aku rasa aku tidak sia-sia dari kejauhan aku mendengar bunyi peluit itu, senang dan campur penasaran tentang penjaga itu. Aku mengambil jalur kanan untuk memastan aku jelas melihat jelas wajah orang tersebut. Dan lagi-laki kali ini aku tidak sia-sia aku berhenti paling depan bertepatann didepan penjaga itu. Kaget dan rasa tidak percaya dengan apa yang sedang aku lihat, ternyata yang menjaga pintu adalah seorang lelaki yang sudah sangat tua dan ku rasa umur bapak itu tidak luput tujuh puluh tahun. Aku tak berhenti memandangi wajah itu sungguh aku sagat terharu dengan bapak tua penjaga pintu itu. Aku mersakan rasa keiklasan dia dalam bekerja, nyata aku melihatnya dari raut wajah dan senyum dia saat menjalankan tugas yang dia emban. Dan aku sangat beruntung karena bapak itu menoleh kearahku dan memberikan senyuman yang sangat manis terhadapku, dengan perasaan sangat senang sekali aku membalas senyuman itu. Namun suasana itu tak berlangsung lama karena aku harus segera jalan, dan juga bapak itu akan bekerja untuk membuka kembali pintu itu.
Aku senang sekali,dan aku segera melaju ke kampus. Terjawab sudah segala pertanyaanku dan akupun ingin segera mencerikatan kepada Indra teman cewekku yang sempat mau marah hanya gara-gara masalah ini. Dikampus aku terpikiran lagi kenapa bapak setua itu masih tetap terus bekerja seperti ini. Kenapa tidak di ganti dengan yang lebih muda dan seharusnya bapak itu sudah pension dan tiggal anak mereka yang ganti merawat mereka.
Dengan pemikiran itulah aku berinisiatif memberikan sesuatu sebagai tanda terima kasih atas jasa-jasa beliau terhadap aku dan semua orang yang melintasi pintu tersebut. Karena hari ini hari sabtu aku pulang agak awal dari biasanya, dan aku biasanya kalau tidak ada kegiatan dikampus aku langsung pulan atau tidak menjelajahi isi perpustakaan dari pada keluyuran menghabiskan uang orang tua saja. Karena kulihat tak banyak dari mereka yang sambil berkerja, dalam artian mereka masih menadahkan tangan minta uang pada orang tua. Sebelum pulang aku menyempat diri untuk mampir dulu kesebuah toko untuk membelikan sebuah bingkisan terhadap bapak penjaga itu.
Setelah dapat apa yang aku inginkan sebagai oleh-oleh aku segera meluncur pulang dan sesamapinya disana aku tidak mendapati bapak itu, yang aku dapati seorang lelaki paruh baya. Yang nyata aku tebak bukan bapak yang yang tadi pagi. Aku berhenti di sana dan menghampiri bapak yang sedang berada di pos dengan duduk dan sepertinya pun melamun. Setelah aku ucapkan salam aku langsung saja menanyakan kemana bapak yang bertugas pagi tadi. Aku sangat kaget mendengar keterangan  dari bapak yang berjaga. Katanya beliau adalah tetangga dari bapak Ibrahim yang ku tebak adalah nama bapak yang menjaga pintu ini. Dari keterang beliau pak Ibrahim tapi pagi sekitar pukuldelapan mendadak sakit dan sekarang lagi dirumah sakit. Dari bapak ini pula semua pertanyaanku yang kurasa tak mungkin terjawab semua terjawab sudah. Beliau mempunyai satu orang anak tapi sudah meninggal dan dia hanya tinngal bersama cucunya  yang sekarang hamper lulus SMA. Kata beliau juga cucunya harus rajin sekolah agar menjadi orang yang berhasil dan tidak diperkenankan untuk bekerja. Namun cucunya tanpa sepengetahuan pak Ibrahin selalu bekerja untuk membantu beliau.
Setelah kurasa keterangan sudah semua kudapatkan aku bergegas pulang dan menitipkan bingkisan ini kepada pak Ibrahim. Aku langsung pulang dan dalam perjalanan aku selalu mendoakan agar pak Ibrahim segera lekas sembuh. Dan samai sekarang sampai sekitar setahu lamanya aku tak pernah mendapati pak Ibrahim lagi di pos penjagaan. Sekitar setengah tahu yang lalu aku melihat ada seorang pemuda yang berjaga dan akupun mengira bahwa dia adalam cucu dari pak Ibrahim.
Kurasa aku belum mau menguat siapa siapa pemuda itu biarlah itu dugaanku saat ini dulu. Ya bekerjalah terus dengan semangat kepada pemuda penjaga pintu rel kereta itu.