Tuesday 2 June 2015




Di pagi ini aku begitu kaget dengan datangnya sebuah sms dari sebrang lautan sana. Betapa tidak aku hari ini harus sampai di kantor pusat di Jakarta. Padahal masih ada lagi satu agenda yang masih belum terealisasi. Dan agenda inilah kunci pokok kunjungan kerja aku ke pulau Borneo ini.

Aku disini sudah dari kemarin pagi, ikut pesawat terakhir tujuan bandara Syamsudin Noor Banjarmasin dari Jakarta, dengan setumpuk tugas dari sebuah perusahaan perkebunan ternama di Indonesia. Sesampai di Banjarmasin aku langsung melaju kekota dengan julukan kota Seribu Riam. Capek memang, tapi ini kurasakan sudah terbiasa. Ya memang ini adalah resiko perkerjaan. Kerjaan dicari bukan kerjaan yang mencari. Jadi buat apa aku mengeluh kalau memag ini yang kucari, sebuah kesibukan. Aku sering juga mendengar dari sekian banyak orang “Ah santai ajalah gajiku kecil” atau “Kenapa aku ditempatkan di pedalaman seperti ini, sungguh tak adil, ah terserah aja yang penting aku di gaji, so masa bodoh kerjaan”.

Kalau semua seperti ini, mau seperti apa masa depan Negara tercinta kita ini. Yang jelas tindak KKN tidak akan hilang malah akan semakin melanglang buana, hahaha apa itu melanglang buana sok puitis padahal cuma bisa buat lotis dimakan habis, trus duit habis ya jadinya tinggal meringis.

Di dalam sebuah bus yang membawaku meluncur bagi terpedo kekota itu begitu tenang karena hari sudah malam dan mereka tertidur, yang paling jelas Cuma suara mesin mobil yang kurasa sudah cukup umur untuk pensiun. Jika saja manusia berkerja seperti halnya mobil yang kutumpangi ini, dia berkerja juga tepat waktu dan istirahat tepat waktu. Tua muda semua semangat. Tapi  kita memang bukan mesin, kita manusia yang bisa berfikir harusnya ya tau sendiri.

Teringat juga waktu aku sekolah dulu kulihat seorang guru yang sudah tua, tapi mempunyai dedikasi yang sangat tinggi. Beliau bapak Umar, begitulah kami memanggil beliau. Dia sederhana dan tidak mau meninggikan diri, bayangkan saja beliau memiliki beberapa gelar kesarjanaan, tapi kadang beliu dalam menuliskan identitas tak penah terlihat gelas kesarjanaan atau gelar megisternya. Jika kami bertanya, jawabanya diawali dengan senyum dan berkata “Nanti kamu juga akan mengetahuinya kelak!”

Jawaban itu sempat menjadi bahan perdebatanku dengan sahabat sekelasku dan sekamar dalam kosan ku. Kami bersi kukuh dalam argumen kami masing-masing hingga sampai-sampai ibu kos medatangi kami karena menurutnya sudah terlalu ribut dan haripun juga sudah larut.

“Pak Ferry!”
Sapa seorang karyawan ku tahu bernama Defa, yang membuyarkan lamunanku.

“Ya !” dengan nama sedikit kaget

“Apakah acara bias dilanjutkan kembali?”

“Oo, oke semuanya sudah siap?”  jawabku sambil kembali bertanya.
“Sudah pak” jawabnya singkat, setahuku dia memang banyak bicara, tapi ditanya masalah kerjaan. Dia merupakan pegawai yang paling berdedikasi.

“Oke kita lanjutkan, semoga selesai sebelum jam dua siang, karena aku harus sampai di Jakarta paling lambat malam ini.” Jawabku sambil beranjak menuju tempat pertemuan.

“ Oya tolong pesankan tiket untuk keberangkatan ku nanti!” lanjutku.

“Baik pak tapi bapak harus lewat palangka kalau hari ini harus sampai Jakarta.” Jelasnya.

“Urus saja yang penting aku harus sampai di Jakarta hari ini, terus jangan lupa juga oleh-oleh buat anakku yang kemarin kamu bilang itu!”

 “Baik pak biar karyawan kami yang mengurus.”

Semangatku terus terpompa mendengar pekerjaan lain telah menanti aku di Jakarta. Aku harus berhasil dalam tugas ini, karena percuma aku datang jauh-jauh tapi tidak membuahkan hasil. Percuma aku mendapatkan kepercayaan tapi aku sia-siakan. Dan aku berdo’a semoga pertemuan ini sangat berguna bagi kawan-kawan karyawan yang berada disini.

“Selamat berjuang kawan, demi negri kita tercinta ini.”

Demikian ucapan perpisahanku dengan mereka, dan aku pun langsung berangkat ke Jakarta melewati Palangkaraya. Dan akupun sampai di Jakarta jam delapan malam dan lansung disuguhi dengan pekerjaan yang lain dan aku harus berangkat ke Surabaya esoknya selama sehari.